Pages

COME TO BORNEO AND SAVE BEKANTAN

Monday, March 16, 2015
Oleh Hasan Zainuddin
Banjarmasin,6/3 (Antara)- ” Itu dia” kata pengemudi klotok (perahu metor tempel) seraya menunjuk ke beberapa ekor Bekantan (Nasalis larvatus) yang bergelantungan di pohon Pulantan, di kawasan lahan rawa Desa Lawahan, Kecamatan Tapin Selatan, Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan, atau sekitar 150 kilometer Utara banjarmasin.
“Wah banyak Bekantannya,” kata Erwin seorang kameraman Banjar TV seraya membidikkan kameranya ke arah kelompok kera hidung pandang endemik Pulau Kalimantan (Boeneo) tersebut.
Dengan pelan-pelan klotok merapat ke hamparan rawa yang ditumbubi Pulantan dan tanaman galam itu. “Jangan berisik,” kata pengemudi klotok itu mengingatkan, karena bekantan terlalu peka terhadap kedatangan orang.
Ternyata benar setelah melihat kedatangan rombongan yang terdiri dari wartawan yang tergabung dalam grup “pena hijau,” Forum Komunitas Hijau (FKH) , Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), peneliti dan dari karyawan perusahaan PT Antang Gunung Meratus (AGM), itu kelompok parimata itu menjauh.
Kendati menjauh namun binatang berkulit kuning kemerahan tersebut tetap bergelantungan di atas pohon, sehingga para wartawan bisa saja mengabadikan kehidupan satwa itu melalui kamera menggunakan lensa zoom.
“Alhamdulillah, aku dapat momen yang bagus,” kata Erwin lagi seraya terus membidikkan kamera videonya ke arah kehidupan bekantan yang konon terdapat sekitar 300 ekor di kawasan yang berdekatan dengan operasi perusahaan batubara PT AGM tersebut.
Pemantauan penulis kawasan yang ada kehidupan Bekantan tersebut terlihat hutan yang rusak, kendati masih ada pohon-pohon hijau, tetapi sebagian besar sudah “meranggas,” karena lahan itu tampak bekas kebakaran.
Para kera tersebut, tampak lebih banyak berada di daratan ketimbang di atas pohon, mereka makan daun-daun pakis (kelakai) yang memang hidup merambat di daratan, dan tampak waspada terhadap kedatangan rombongan, sambil makan sambil menjauh.
Peneliti Bekantan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Hadi Sukadi Alikodra mengungkapkan bahwa sekitar 300 ekor bekantan yang hidup di sekitar kawasan pertambangan dan perkebunan sawit di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, sempat mengalami stres akibat kebakaran lahan.
Menurut Alikodra di Banjarmasin, bekantan yang sebelumnya hidup di kawasan konservasi dan ekowisata yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Tapin bersama perusahaan tambang PT AGM terpaksa harus mencari rumah baru untuk melanjutkan hidup.
“Pada saat kebakaran lahan, seluruh bekantan yang ada di kawasan konservasi harus lari menyeberang sungai, untuk menyelamatkan diri,” katanya.
Pada musim kemarau 2014, kebakaran lahan cukup besar terjadi di kawasan perkebunan sawit, hingga membakar puluhan hektare kawasan konservasi, tempat para bekantan tersebut hidup.
Petugas dari beberapa perusahaan yang ada di sekitar wilayah tersebut, bisa memblok beberapa bagian kawasan, sehingga tidak ikut terbakar, sehingga bisa dimanfaatkan untuk melanjutkan hidup para bekantan.
Saat ini, para bekantan tersebut, kembali hidup dan berkembang biak, di kawasan hutan Galam dan Pulantan yang ada di sepanjang pinggiran sungai di wilayah Lawahan atau Muning, Kabupaten Tapin.
Sementara peneliti Bekantan dari Universitas Lambung Mangkurat Profesor Arif Soendjoto mengatakan, kini Bekantan tersebut juga makan rumput, kemungkinan karena makanan berupa daun Pulantan dan daun Galam tidak mencukup lagi.
Mempertahankan keberadaan hewan endemik khas Kalimantan tersebut, Pemkab Tapin bersama PT AGM menyiapkan lahan untuk konservasi Bekantan.
Dalam rangka melindungi habitat Bekantan, Pemkab Tapin menerbitkan Surat Nomor 188.45/060/KUM/2014 tentang Penetapan Kawasan Bernilai Penting bagi Konservasi Spesies Bekantan.
Pengembangan ekowisata Bekantan benbentuk tim yang berasal pemerintah daerah, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Lambung Mangkurat (Unlam), WWF dan PT AGM.
“Wilayah Ekowisata Bekantan ini dibangun di lahan seluas 90 hektare di kanal PT AGM, kami harap selain PT AGM, penyelamatan habitat Bekantan juga menggandeng perusahaan lainnya,” kata Deputi Direktur Umum PT AGM Budi Karya Yugi Budi.
Menurut Budi Karya Yugi perusahaan bersedia mengeluarkan uang miliaran rupiah hanya untuk konservasi lahan rawa yang rusak akibat terbakar dan merusak habitat kera yang menjadi maskot Kalsel tersebut.
“Kami kini sedang melakukan rehabilitasi di lahan rawa yang tadinya ditumbuhi hutan galam dan kayu Pulantan yang rusak akibat terbakar masa musim kemarau lalu, untuk menyelamatkan kera Bekantan itu,” katanya.
Menurut dia, rehabilitasi di lahan konservasi tersebut adalah berasal dari dana CSR perusahaan untuk melakukan penghijauan, penanaman kembali bibit Galam, Pulantan, Lkut, dan tanaman hutan rawa lainnya.
Melalui penanaman kembali tersebut, akan merehabilitasi pohon yang rusak yang terbakar dan kini sudah berdaun muda untuk makanan satwa Bekantan, sehingga sekitar 300 ekor bekantan di kawasan tersebut bisa diselamatkan.
Bahkan kawasan tersebut akan dijadikan lokasi ekowisata dan ternyata hal tersebut direspon oleh Pemerintah Kabupaten Tapin hingga menetapkan kawasan Desa Tandui dan Lawahan menjadi kawasan ekowisata.
Kawasan yang ditetapkan menjadi ekowisata oleh pemerintah setempat seluas 90 hektare, artinya jika perusahaan merehabilitasi lahan 16 hektare berarti ada luasan 74 hektare yang menjadi tanggungjawab pemerintah setempat merehabilitasinya.
bekantan2
Untuk menjadikan kawasan tersebut sebagai wilayah ekowisata PT AGM sudah membuatkan dermaga “klotok” (perahu motor tempel) ke wilayah tersebut, sekaligus menyediakan sarana jalan kaki sekaligus menara pantau.
“Kita ingin pengunjung tak bersentuhan langsung atau berdekatan dengan Bekantan karena satwa tersebut terlalu pemalu atau penakut dengan pengunjung, karena itu kita sediakan menara pantau saja, mulai menara pantau itulah pengunjung bisa menyaksikan kehidupan kera endemik pulau Borneo tersebut,” katanya.
Mengutip keterangan Pemkab setempat, Budi Karya Yugi menuturkan kedepan selain bisa dilalui melalui wisata susur sungai, juga akan disediakan jalan darat dari Jalan A yani kabupaten itu hingga ke lokasi, sehingga pengunjung bisa pakai mobil.
Ia mengharapkan dengan adanya konservasi tersebut akan menjadikan wilayah yang berada dekat dengan kanal pengangkutan batubara PT AGM tersebut menjadi objek wisata andalan Kabupaten Tapin, bahkan Kalsel, karena disitulah habitat Bekantan terbanyak.
Secara terpisah Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) yang dipimpin ketuanya Amalia Rezeki menyatakan kegembiraannya adanya rehabilitasi lahan rawa oleh perusahaan swasta untuk menyelamatkan satwa kera hidung besar Bekantan (Nasalislarvatus) dari kepunahan.
“Kami mengajak siapapun untuk berkomitmen menyelamatkan satwa Bekantan, dan ternyata itu sudah direspons perusahaan swasta PT AGM,” kata Amalia Rezeki kepada pers di Banjarmasin, Kamis.
Didampingi pendiri SBI Feri, Amalia Rezeki menuturkan sejak ditetapkannya Bekantan sebagai maskot Provinsi Kalimantan Selatan oleh Gubernur Kalimantan Selatan, melalui persetujuan DPRD tanggal 28 Maret 1990 berarti sudah 25 tahun bekantan yang menjadi ikon kebanggaan, namun demikian perhatian terhadap bekantan dirasakan belum optimal.
Oleh karena itu dengan adanya kesediaan swasta tersebut mengkonservasi lahan diharapkan akan memancing perusahaan lain berbuat serupa, walau dana yang digunakan melalui dana CSR perusahaan, tambahnya.

No comments:

Post a Comment